Derby Della Madonnina, Persaingan Kaum Borjuis dan Pekerja
Derby Della Madonnina, Persaingan Kaum Borjuis dan Pekerja
Materazzi dan Riu Costa
Asal kata Madonnina merupakan panggilan masyarakat setempat untuk patung Virgin Mary yang berada di puncak Katedral Milan, salah satu trademark Kota Milan. Bagi warga Milan, tempat tersebut merupakan lokasi yang sakral dari segi rohani.
Di Italia sepakbola menjadi sebuah “kepercayaan”. Karenanya tidak berlebihan jika derby ini diberi nama della Madonnina. Derby yang secara etimologis menganalogikan bahwa siapapun yang memenangkan derby tersebut, merekalah yang berada di puncak kota Milan.
Derby della Madonnina menggunakan stadion yang sama, namun dengan nama berbeda. Kubu Inter menyebutnya Guiseppe Meazza, untuk menghormati jasa mantan pemainnya. Hal ini tentu saja membuat Milanisti enggan menyebut stadion tersebut, dengan nama yang sama mengingat nama itu adalah mantan pemain Inter sehingga kemudian diberi nama San Siro.
Cerita tentang lahirnya persaingan antara kedua klub bermula pada 16 Desember 1899. Ketika itu hanya ada klub kriket dan sepakbola Milan yang didirikan oleh Alfred Edwards, presiden kedua klub itu. Dibantu Herbert Kilpin yang menjadi kapten klub sepakbola.
Pada 9 Maret 1908, perselisihan mengenai dominasi pemain Italia dan Inggris di klub AC Milan menyebabkan sekumpulan orang Italia dan Swiss memecahkan diri dari Milan untuk membentuk klubnya sendiri. Nama Internazionale diambil karena pendirinya ingin membuat satu klub yang terdiri dari banyak pemain dari negara luar.
Pada era itu, Inter identik dengan kaum borjuis, sedangkan Milan dengan kelas pekerjanya. Ternyata selain berbeda visi, suporter kedua tim juga memiliki perbedaan stratifikasi sosial yang menjadi alasan mengapa persaingan kedua klub kota Milan ini begitu panas.
Saat dilangsungkan derby, para suporter membagi diri mereka menjadi dua bagian, yaitu curva nord, di bagian utara stadion yang menjadi tempat para Interisti. Sebelah lagi curva sud, bagian selatan stadion yang menjadi tempat para Milanisti.
Derby paling dikenal di era ini mungkin adalah leg kedua perempat final Liga Champions pada 12 April 2005.
Milan unggul 1-0 (agregat 3-0) berkat gol cepat Andriy Shevchenko. Milan dihadiahi kemenangan 3-0 dan unggul agregat mutlak 5-0. Itu gara-gara fans fanatik Inter mengamuk setelah gol Esteban Cambiasso di babak kedua dibatalkan wasit Markus Merk secara kontroversial.
Suporter Inter yang marah kemudian melemparkan botol dan barang-barang lain ke dalam lapangan. Saat kiper Milan, Dida berusaha membuang botol karena mau melepas tendangan gawang, sebuah kembang api yang dilempar dari tribun menghantam bahu kanannya dan memaksa wasit menghentikan laga di menit 74.
Setelah ditunda selama 30 menit, pertandingan dilanjutkan kembali. Namun, semenit kemudian, wasit Markus Merk memutuskan untuk menghentikan laga sepenuhnya setelah makin banyak kembang api beterbangan ke lapangan.
Akibat insiden ini, Inter dijatuhi denda sebesar 200.000 euro - denda terbesar yang pernah dijatuhkan UEFA. Selain itu mereka juga harus menggelar empat laga Liga Champions di musim 2005-2006 tanpa penonton.
Komentar
Posting Komentar